"Orang naik gunung kan berjalan, jadi pasti akan capek. Kalau sudah capek butuh oksigen. Di sini pendaki harus belajar agar tahu cara mengatur pernapasan,” kata dokter spesialis olahraga, Hario Tilarso, kepada Tempo, Jumat, 22 Februari 2013.
Kalau sudah bisa melatih pernafasan, hal lain yang perlu dilakukan adalah sadar akan ketinggian. “Naik gunung tidak boleh langsung tinggi, apalagi Semeru yang sudah tiga ribu,” katanya. Bagi pemula, lebih baik dimulai dari naik gunung yang rendah dulu. Seperti di Puncak, Bogor, yang tingginya sekitar 1000 mdpl bagi yang tidak biasa saja pasti akan terasa sedikit sesak.
Kalau sudah bisa menyesuaikan, kemudian bisa menaikkan lagi ketinggian hingga 2000 mdpl. Sampai di ketinggian tersebut, pendaki harus berhenti sejenak, menyesuaikan pernapasannya dengan udara di sana biar tidak berdampak pusing.
“Kalau mau aman, bawa alat pengukur tinggi. Harus rajin lihat. Setiap pertambahan tinggi harus ada penyesuaian,” katanya lagi. Kalau nekat, bisa berakibat hilangnya kesadaran, bahkan kematian. Bahkan, kalau sangat tinggi, seperti Pegunungan Himalaya yang mencapai 8850 mdpl, bisa sangat berbahaya.
“Kalau nekat langsung setinggi Everest di Himalaya itu bisa sangat bahaya. Bisa paru-paru basah atau pembengkakan otak. Jadi, enggak bisa sembarangan,” katanya. Bagi pemula perlu menyiapkan lagi fisik secara pasti. Sebab, menurut dr. Hario, mountaineering atau pendakian gunung adalah olahraga yang masuk dalam kategori olahraga yang dapat mengancam nyawa manusia, terutama jika tidak dipersiapkan dengan matang.
No comments:
Post a Comment